Sabtu, 24 April 2010

pemberian obat pada hewan uji

CARA PEMBERIAN vs PROFIL FARMAKOKINETIK OBAT

Cara pemberian obat yang berbeda-beda melibatkan proses absorbsi obat yang berbeda-beda pula. Proses absorbsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.

Cara pemberian obat yang paling umum dilakukan adalah pemberian obat per oral, karena mudah, aman, dan murah [1]. Pada pemberian secara oral, sebelum oba masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih dahulu harus mengalami absorbsi pada saluran cerna.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses absorbsi obat pada saluran cerna antara lain:
a. Bentuk Sediaan
Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Dalam bentuk sediaan yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda-beda dan jumlah ketersediaan hayati kemungkinan juga berlainan.
b. Sifat Kimia dan Fisika Obat
Bentuk asam, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat dapat mempengaruhi kekuatan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk kristal atau polimorfi, kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi proses absorpsi [2]. Absorpsi lebih mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak.
c. Faktor Biologis
Antara lain adalah pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi.
d. Faktor Lain-lain
Antara lain umur, makanan, adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan adanya penyakit tertentu.

Pemberian sediaan obat dapat dilakun melaului dua rute utama yaitu:
Parenteral : intravena, intraarteri, intramuscular, intraperitonial
Nonparenteral : peroral

Pemberian secara peroral
Oral Gavage. Gavaging digunakan untuk dosis seekor binatang dengan volume tertentu materi langsung ke dalam perut. Hanya khusus, tersedia secara komersial jarum gavage harus digunakan untuk mencoba prosedur ini. Jarum untuk injeksi secara peroral (Oral Gavage) memiliki karakter ujung tumpul (bulat). Hal ini untuk meminimalisir terjadinya luka atau cedera ketika hewan uji akan diberikan sedian uji. Proses pemberian dilakukan dengan teknik seperti Tempatkan ujung atau bola dari jarum ke mulut binatang. Secara perlahan geser melewati ujung belakang lidah. Pastikan bahwa oral gavage tidak masuk ke dalam tenggorokan karena akan berdampak buruk. Hal ini dapat diketahui bila dari hidung hewan uji keluar cairan seperti yang kita berikan menunjukkan adanya kesalahan dalam proses pemberian.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRxJiMDzSFAg7jBxVM9MiH2iNNdXtxsM4RjVUJ_mUUlXcvBtQV-v6mOfx6jAG34UjMAFFPx6OzqFMQi0JHjLNGCcqJDna97AVZIqWbjyEGDeIGx5lbq2VB66g7oJbQOVLt0kAW8pf5WMwe/s320/oral_gavage.jpg
Kerugian pemberian per oral adalah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat. Karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut (metabolisme atau eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas pertama obat dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral, sublingual, rektal, atau memberikannya bersama makanan. Selain itu, kerugian pemberian melalui oral yang lain adalah ada obat yang dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dilakukan saat pasien koma.

Pemberian obat secara parenteral memiliki beberapa keuntungan, yaitu: (1) efeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral; (2) dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah; dan (3) sangat berguna dalam keadaan darurat. Kerugiannya antara lain dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, sulit dilakukan oleh pasien sendiri, dan kurang ekonomis.


Pemberian intravena (IV) tidak mengalami absorpsi tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya adalah mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan obat tidak dapat ditarik kembali.
Hangatkan hewan uji di bawah lampu panas atau alat pemanas lainnya, pastikan untuk tidak terlalu panas pada binatang. Suhu tidak boleh melebihi 85-90 ° Fahrenheit pada tingkat binatang. Lepaskan hewan uji dari sumber panas harus segera setiap perubahan dalam tingkat respirasi atau air liur berlebihan dapat diamati. Alat pemanas lainnya, seperti handwarmers sekali pakai, dapat digunakan sebagai pengganti lampu yang panas.

Prep ekor dengan 70% etanol. Memulai usaha suntikan di tengah atau sedikit bagian distal ekor. Dengan ekor ketegangan di bawah, masukkan jarum, bevel up, kira-kira sejajar dengan vena dan masukkan jarum minimal 3 mm ke dalam pembuluh darah. Dalam proses penyuntikan jangan sekali-kali memasukkan udara karean akan menyebabakan vena rusak atau tidak stabil. Menyuntikkan materi yang lambat, gerakan fluida. Anda harus dapat melihat vena jarum pucat jika diposisikan dengan benar.
Jika ada pembengkakan di tempat suntikan atau injeksi terjadi perlawanan, keluarkan jarum dan Masukkan kembali itu sedikit di atas awal injeksi.
Pemberian secara injeksi intravena menghasilkan efek yang tercepat, karena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi. Efek lebih lambat diperoleh dengan injeksi intramuskular, dan lebih lambat lagi dengan injeksi subkutan karena obat harus melintasi banyak membran sel sebelum tiba dalam peredaran darah.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGEq8ZUsmitkSAZtME1GY6y1UTSpL4N7g1_qYSqEAiY7YwHL0esu1hEZEm2qts5XTL2SeTwZhkEhG17x3sxHD-7x52fTsEcJpS9a8ynjQD2ENeGuIcreAaH_l3FdTKOwk7waylM0V9DDDs/s320/intravenous_injection.jpg




Injeksi subkutan (SC) atau pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama. Metode injeksi menggunakan dua jari yaitu ibu jari dan jari telunjuk memegang tengkuk (kulit). Bersihkan area kulit yang mau disuntik dengan alkohol 70 %. Masukkan jarum suntik secara paralel dari arah depan menembus kulit.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNQ6fzUVnSecD3XZeNB-k8FpCnRcmKw21NRGUnUjJ3T7M4Kzw4GCwii8wvJmV3xR-vl7NayUoN3TGNztB1fc6kQ4aC89-NXR1Wj5ClfyRfYfuCUqJ8thzEMbZeKhjdpWtaWrjIT9p0LYQ5/s320/subcutaneous_injection.jpg

Injeksi intramuskular (IM) atau suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air. Absorpsi lebih cepat terjadi di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus. Pemberian obat seperti ini memungkinkan obat akan dilepaskan secara berkala dalam bentuk depot obat.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_z0EcWMUsGn8IKlsTnWDw2M5mEaLYoTYaF8adsVj6xj_0piR9eBKdrIPMcBgAMwk7Y_ey7lcNrX52AKzlpLjyADaj3vZnl9xps5VuNEFktE5yAQtGcTLOLOghFcd0d2xCqLb6LVH6xfob/s320/method_2_injection.jpg

Injeksi intraperitoneal atau injeksi pada rongga perut tidak dilakukan untuk manusia karena ada bahaya infeksi dan adesi yang terlalu besar. Proses injeksi dilaku
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpWE0GcrPDNo7TfKIlCzuD1hIb0yKyNedLBgniW7cBJ9jv7zKBzwZAR891D1Ps1b1kbwgqWRuXgKO266y9B_B2D-KlleiI0lmkutaeCHwApNNha0Lz6898TgXS49FWf2PVh-63LtRdJZXz/s320/intraperitoneal_injection.jpgkan dengan teknik menahan tikus pada tengkuk. Mengekspos sisi ventral hewan, memiringkan kepala ke bawah pada sudut kecil. Preparasi situs dengan 70% etanol. Jarum yang steril harus ditempatkan, bevel atas, di bawah kuadran kanan atau kiri dari perut binatang. Masukkan jarum pada 30 ° sudut.

Perbaandingan rute pemberian terhadap profil farmakokinetik (absorbsi) dapat dilihat dalam grafik dibawah ini.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeO0kjs3Y8fgwzGYKybASuy2lXn_7vQsIQNCeRmi0K36D8DjwU0UO3_bPsbt8aDRk4gLuiUnSEKNoXsCEvb2jMvzciwfj9_fAvM4CicZa2SlFKSXl7HZsE1srlYyv5O1Oi0N3oUeUXxD2n/s320/ok3.jpg



Refference
Anonim, 2008, Injection, http://www.theodra.com/rodent_laboratory/injections.htm, akses Desember 2009.

Chester, 1998, Injection, http://www.answers.com/topic/injection, akses Desember 2009

Shika, L, 2009, Pengaruh cara pemberian,http://liew267.wordpress.com, akses tgl Desember 2009.

http://agiel-no vianto.blogspot.com/2010/02/pengaruh-cara-pemberian-versus-absorbsi.html

Kamis, 22 April 2010

PENENTUAN KADAR VITAMIN C

PENENTUAN KADAR VITAMIN C

I. Tujuan Percobaan

Ø Mahasiswa mampu menetapkan kadar vitamin C pada bunga rosella kering, bunga rosela basah dan tablet vitamin C

II. Dasar Teori

Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup, sehingga ditemukan pada hampir semua makhluk hidup. Zat ini juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai antioksidan.

Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering, pada jeruk lemon dan limau (misalnya jeruk nipis dan jeruk purut). Rumus kimia asam sitrat adalah C6H8O7 (strukturnya ditunjukkan pada tabel informasi di sebelah kanan). Struktur asam ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam 2-hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat. Asam sitrat adalah asam organic yang diproduksi dalam jumlah yang besar melalui proses fermentasi.

Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksii antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa).

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asm dengan menggunakan baku basa.

Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indicator bila pH pada titi ekivalen antara 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam tau basa lemah jika pentitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10. Selama titrasi asam-basa , pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara dratis bila volume titrasinya mencapai titik ekivalen.

Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif. Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).

Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH. Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetric adalah sebagai berikut :

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.

3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia maupun secara fisika.

4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.

III. Alat dan Bahan

Alat:

- Buret 50 ml - Erlenmeyer 150 ml

- Gelas ukur 10 ml - Gelas piala

- Labu takar 1000 ml - Corong

- Labu takar 100 ml - Cawan porselein

- Statif, klem - Pipet tetes

- Neraca Analitik - Pipet volum

- Kompor listrik

Bahan:

- Asam sitrat (perasan jeruk nipis)

- NaOH

- Asam Oksalat

- Aquadest

- Indicator PP

IV. CARA KERJA

a. Pembuatan larutan NaOH

Siapkan alat dan bahan

Timbang 4,0001 g NaOH kristal

Larutkan dalam air bebas CO2 hingga volume 1000 ml

b. Pembakuan larutan NaOH

Siapkan alat dan bahan

Timbang ± 450 mg asam oksalat, gerus jika perlu

Masukan ke dalam labu takar 100 ml

Tambahkan air bebas CO2 ad 100 ml, tutup dan gojog sampai larut

Masukkan kedalam erlenmeyer 150 ml

Tambahkan 2 tetes indikator fenolftalein

Titrasikan dengan larutan NaOH hingga warna berubah menjadi merah muda


Titrasi dilakukan 2 kali

c. Menetapkan kadar asam sitrat

Siapkan alat dan bahan

Ambil 10,0 ml asam sitrat

Masukan dalam labu takar 100 ml, lalu encerkan dengan aquadest bebas CO2 hingga volume 100 ml, tutup dan gojog

Masukan 10,0 ml larutan encer di atas dalam erlenmeyer 150 ml

Tambahkan 2 tetes indikator fenolftalein

Titrasi dengan larutan baku NaOH, hingga diperoleh warna menjadi merah muda

Titrasi dilakukan 3 kali

V. Hasil Analisis

Perhitungan massa Asam Oksalat yang ditimbang yaitu :

Diketahui

Normalitas Asam Oksalat = 0,1 N

Asam oksalat (H2C2O4) è Mr = 90 , ekuivalen = 2

Grek = V N

Massa Asam Oksalat

V N

Massa asam oksalat = V. N. BE

= 100 ml x 0,1 N x (90 :2)

= 450 mg

Molaritas dan Normalitas larutan NaOH

1. Penimbangan:

Berat cawan + asam oksalat : 56.012,6 mg

Berat cawan kosong : 55.560,8 mg

Berat asam oksalat : 451,8 mg

2. Titrasi

Volume larutan NaOH (titran) :

i. 9 ml

ii. 9 ml

èrata-rata = (9+9):2 = 9 ml

V. N titran (NaOH) =2 V .N titrat (As Oksalat)

9 ml x N = 2 x 10ml x 0,1N

N NaOH = 2 ml N : 9 ml

N NaOH = 0,22 N

Penetapan kadar asam sitrat

1. Label asam sitrat yang digunakan: ……..

2. Titrasi

Volume larutan NaOH (titran) :

i. 10,2 ml

ii. 10,4 ml

iii. 10,6

èrata-rata = (10,2+10,4+10,6):3 = 10,4 ml

Maka dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:

Asam sitrat (C6H8O7)

BE (C6H8O7) = = 192:3 = 64

100%

100%

100%

= x 100%

= x 100%

= 1,46 %

VI. Pembahasan

Dalam praktikum standardisasi larutan NaOH dan penetapan kadar Asam sitrat ini, metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif, yang dimana analisis kuantitatif fokus kajiannya adalah penetapan banyaknya suatu zat tertentu (analit) yang ada dalam sampel. Analisis kuantitatif terhadap suatu sampel terdiri atas empat tahapan pokok:

1. Pengambilan atau pencuplikan sampel (sampling), yakni memilih suatu sampel yang mewakili dari bahan yang dianalisis

2. Mengubah analit menjadi suatu bentuk sediaan yang sesuai untuk pengukuran

3. Pengukuran

4. Perhitungan dan penafsiran pengukuran

Pada praktikum ini cara pembuatan larutan baku NaOH 0,1 N perlu menggunakan air yang terbebas dari CO2, yang nantinya digunakan untuk melarutkan NaOH. Karena CO2 akan mempengaruhi dari hasil reaksi yang akan terjadi pada titrasi. Disamping itu, dikarenakan NaOH dapat bereaksi dengan karbon, jadi sedikitpun CO2 bila bercampur dengan NaOH akan berubah menjadi asam karbonat sehingga kadarnya juga berubah. Namun, bila dalam pengamatan secara kualitatif hal tersebut tidak dihiraukan karena dianggap nol.

Tujuan dari praktikum ini sama seperti apa yang telah tertulis pada tujuan praktikum, yaitu menetapkan kadar asam sitrat yang bervalensi lebih dari satu. Bahan yang digunakan adalah perasan jeruk niris yang diencerkan karena kandungan asam sitrat berada pada jeruk nipis. Alasan mengapa praktikan tidak menggunakan jeruk yang lain karena kandungan dalam jeruk lain adalah asam askorbat. Asam sitrat sangat berbeda dengan asam askorbat, meskipun mempunyai ciri rasa yang sama yaitu rasa asam. Penentuan kadar ini menggunakan metode asidimetri dan alkalimetri dengan larutan NaOH 0,1 N sebagai titran, karena metode ini masuk ke dalam metode Titrimetri atau Volumetri. Sehingga perlu adanya standarisasi larutan NaOH terlebih dahulu supaya mendapatkan larutan NaOH dengan konsentrasi 0,1 N.

Pada proses praktikum standarisasi larutan NaOH dan penentuan kadar asam cuka perdagangan ini selalu menggunakan cara titrasi atau titrimetri, karena penetapan kadar secara titrimetri atau volumetri mempunyai kelebihan dibanding secara gravimetri, yaitu:

1. Teliti sampai 1 bagian dalam 1000

2. Alat sederhana, cepat, serta tidak memerlukan pekerjaan yang menjemukan seperti pengeringan dan penimbangan berulang-ulang.

Ada beberapa hal yang diperlukan dalam analisis secara titrimetri ini, yaitu:

1. Alat pengukur volume seperti buret, pipet volume, dan labu takar yang ditera secara teliti (telah dikalibrasi)

2. Senyawa yang digunakan sebagi larutan baku atau untuk pembakuan harus senyawa dengan kemurnian yang tinggi

3. Indikator atau alat lain untuk mengetahui selesainya titrasi

Hal pertama dilakukan adalah pembuatan larutan NaOH, karena NaOH yang tersedia adalah masih berbentuk kristal. Pembuatan larutan dimulai dengan merebus air atau mendidihkan air (aquadest)sampai terbebas dari CO2. Pada saat mendidihkan air untuk membuang Co2 yaitu setelah mendidih, mulut gelas beker yang berisi air bebas CO2 tersebut ditutup dengan plastik yang diikat menggunakan benang kasur, kemudian direndam dalam air yang menggenang. Hal tersebut ditujukan agar air lebih cepat dingin. Cara kerja pada pembuatan larutan baku NaOH 0,1 N adalah sebanyak 4,0001 gr NaOH kristal dilarutkan dalam air bebas CO2 hingga volume 1000 ml dalam labu ukur..

Kemudian untuk pembakuannya lebih kurang 450 mg Asam Oksalat(H2C2O4) ditimbang secara saksama yang sebelumnya telah dikeringkan.

Perhitungan massa Asam Oksalat yang ditimbang yaitu :

Diketahui

Normalitas Asam Oksalat = 0,1 N

Asam oksalat (H2C2O4) è Mr = 90 , ekuivalen = 2

Grek = V N

Massa Oksalat

V. N

Massa asam oksalat = V. N. BE

= 100 ml x 0,1 N x (90 :2)

= 450 mg

Kemudian, 450 mg asam oksalat digerus jika perlu, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml untuk pengenceran/dilarutkan, tutup labu takar 100 ml dan gojog sampai larut. Setelah itu ambil 10 ml dan masukkan kedalam Erlenmeyer 150 ml lalu ditetesi dengan indikator PP. Selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH hingga warna berubah menjadi merah muda. Pada saat titrasi berlangsung, hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat akan mencapai titik ekuivalent, perlu koordinasi yang baik antara mata dan jari-jari tangan kiri untuk segera menghentikan atau mengunci kran pada buret. Karena jika terlambat pada saat mengunci kran, akan mengurangi ketepatat pada saat pembacaan volume NaOH yang digunakan sebagai titrat.

Yang kemudian dari titrasi tersebut maka didapatkan data sebagai berikut ini.

Molaritas dan Normalitas larutan NaOH

Penimbangan:

Berat cawan + asan oksalat : 56.012,6 mg

Berat cawan kosong : 55.560,8 mg

Berat asam oksalat : 451,8 mg

Titrasi

Volume larutan NaOH (titran) :

iii. 9 ml

iv. 9 ml

èrata-rata = (9+9):2 = 9 ml

V. N titran (NaOH) =2 V .N titrat (As Oksalat)

9 ml x N = 2 x 10ml x 0,1N

N NaOH = 2 ml N : 9 ml

N NaOH = 0,22 N

Proses titrasi dilakukan sampai muncul perubahan warna dari yang tidak berwarna menjadi berwarna merah jambu, warna merah jambu adalah pengaruh dari PP. Fenolftealin mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara pH 8,4 – 10,4). Struktur PP akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari struktur fenol dari PP sehingga pH-nya meningkat akibat akan terjadi perubahan warna. PP sendiri bersifat asam lemah, karena syarat suatu indikator adalah asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Setelah terjadi perubahan warna untuk yang pertama kali, titrasi langsung dihentikan dan NaOH yang berkurang langsung dicatat.

Setelah larutan baku NaOH tersebut jadi, maka larutan tersebut sudah dapat digunakan untuk menentukan kadar asam sitrat. Pada percobaan ini menetapkan asam sitrat untuk mengetahui apakah kadar yang tertera pada etiket asam sitrat, misalnya: citric acid, apakah sudah sesuai dengan kadar yang sebenarnya. Analisis dilakukan secara alkalimetri yaitu dengan cara menitrasi larutan asam asetat perdagangan dengan larutan baku NaOH.

Setelah kita mengetahui normalitas dari larutan NaOH, maka dilakukan langkah yang selanjutnya yaitu menetapkan kadar asam sitrat dengan cara mengambil 10 ml asam sitrat(perasan jeruk nipis yang sudah disaring) dengan pipet volume, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dan diencerkan dengan air suling bebas CO2hingga volumenya tepat 100 ml. Kemudian memasukkan 10 ml larutan encer tersebut ke dalam labu erlenmeyer 150 ml, dan ditambah dengan 2 tetes indikator PP. Larutan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan baku NaOH diatas, hingga diperoleh perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah jambu. Dan titrasi ini dilakukan sebanyak 3 kali.

Yang kemudian diperoleh data sebagai berikut:

1. Label asam sitrat yang digunakan:……….(tdk diketahui)

2. Titrasi

Volume larutan NaOH (titran):

a. 10,2 ml

b. 10,4 ml

c. 10,6 ml

èrata-rata = (10,2+10,4+10,6):3 = 10,4 ml

Maka dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:

Asam sitrat (C6H8O7)

BE (C6H8O7) = = 192:3 = 64

100%

100%

100%

= x 100%

= x 100%

= 1,46 %

VII. Kesimpulan

1. Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral.

2. Normalitas dari larutan baku NaOH yang dipakai yaitu 0,22N

3. Normalitas Asam Oksalat yang dipakai adalah 0,1 N

4. Massa Asam Oksalat yang ditimbang adalah 450 mg

5. Kadar asam asetat pada larutan NaOH = 1,46 % b/v

6. Intinya perbedaan hasil titrasi disebabkan oleh :

a. Perubahan skala buret yang tidak konstan.

b. Dalam produksi cuka tidak sesuai dengan label yang di siratkan pada label

c. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator.

d. Adanya perbedaan massa jenis yang mencolok dari masing-masing cuka sampel.

VIII. Daftar a Pustaka

Indratmoko, Septiana dan Taufan Ratri Harjanto, 2010, Petunjuk Praktikum Kimia Farmasi II, Cilacap : STIKES Al-Irsyad Al-Islaimyyah

Anonim, 2009http://dxcommunitypha1.wordpress.com/2009/04/06/praktek-kimia-titrasi-asam- basa/, online 29 Maret 2010

Arrhenius, 2009,

http://belajarkimia.com/2009/01/definisi-asam-basa-arrhenius/, online 29 Maret 2010

Anonim, 2009

http://pdfdatabase.com/index.php?q=titrasi+asam+basa+larutan+kimia, online 29 Maret 2010

Aisyah, 2008

http://rgmaisyah.wordpress.com/2008/11/22/titrimetri/ , online 29 Maret 2010

Anonim, 2008, http://lppm.ubaya.ac.id/?d=3&id=135&m=1

Anonim, 2008, http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sitrat